Welcome to my blog, enjoy reading.

Jumat, 22 April 2011

Meteor di Bone, 68 Kali Lebih Cepat dari Peluru


MASUKNYA meteor besar ke dalam atmosfer Bumi, yang diikuti ledakan di udara (air blast) di dekat Bone, Provinsi Sulawesi Selatan, pada 8 Oktober 2009 menggemparkan dunia internasional.

Apalagi jika ada yang mengait-ngaitkan dengan peringatan astronom Amerika Serikat melalui monitor ruang angkasa Inggris bahwa sebuah asteroid raksasa sedang menuju Bumi dan dapat menabraknya pada tahun 2014.

Demikian besar energi ledakan di perairan Bone ini sehingga 11 stasiun mikrobarometer dan infrasonik dalam jejaring International Monitoring System (IMS) di bawah koordinasi  Comprehensive Test Ban Treaty Organization (CTBTO) atau organisasi pengawas larangan uji coba nuklir berhasil merekamnya, padahal 5 stasiun di antaranya berjarak lebih dari 10.000 km dari Bone dan satu di antaranya bahkan sejauh 18.000 km.

Meteor besar Bone mengawali kisah spektakulernya sebagai sebuah batu bergaris tengah 9,2 meter dengan massa 1.240 ton yang melayang di angkasa sebagai asteroid kelompok Apollo, yakni asteroid dekat Bumi yang obitnya memiliki perihelion (titik terdekat dengan matahari) kurang dari 167 juta km dan memotong orbit Bumi.

Asteroid dekat Bumi umumnya memiliki rasio aphelion perihelion 1,8 dengan kelonjongan orbit (eksentrisitas) rata - rata 0,286 sehingga lebih rentan menderita gangguan gravitasi planet Bumi dan Mars yang berpotensi membelokkan orbitnya hingga jatuh membentur planet.

Karena itu masa hidup asteroid dekat Bumi di tata surya hanyalah selama 10 - 100 juta tahun atau jauh lebih pendek dibanding masa hidup planet yang bisa mencapai miliaran tahun.

Asteroid Bone pun demikian. Gangguan gravitasi membuatnya jatuh ke Bumi pada 8 Oktober 2009 pukul 11:25 WITA sebagai meteoroid dengan sudut masuk 45 derajat  terhadap horizon.

Meteoroid ini tidak mengalami hambatan berarti ketika mulai menembus atmosfer Bumi pada kecepatan awal 73.080 km/jam atau 68 kali lebih cepat dibanding peluru. Namun mulai ketinggian 65 km, atmosfer mulai memadat dan menghasilkan tekanan yang menghambat laju asteroid.
Meleleh Hambatan menghasilkan panas yang membuat asteroid terablasi, yaitu lapisan terluarnya mulai meleleh dan menguap, membentuk selubung plasma yang menutupi asteroid (coma) dan bentukan ekor yang khas.

Terbentuklah meteor besar dengan kecemerlangan luar biasa, yang pada puncaknya memiliki magnitude visual -12,93 atau 1,2 kali lebih terang dari bulan purnama .

Lapisan udara yang terus memadat begitu mulai memasuki lapisan stratosfer membuat tekanan yang diderita meteor besar Bone semakin besar.

Sehingga pada ketinggian 37,79 km dan kecepatan tinggal 400 km/jam, tekanan telah melampaui kekuatan gaya ikat antarmolekul penyusun meteor besar Bone dan hingga terjadilah pemecahan (break- up) yang memproduksi sejumlah pecahan berukuran besar dan ratusan hingga ribuan pecahan kecil.

Seusai proses break-up, laju pecahan - pecahan ini semakin menurun sehingga pada satu titik di ketinggian 29,78 km terjadilah perlambatan total, yang membuat seluruh energi kinetik yang dikandung meteor besar Bone terlepaskan dalam waktu yang sangat singkat sebagai ledakan besar.

Ledakan ini melepaskan energi sebesar 250 TeraJoule atau setara dengan 60 kiloton TNT,  3 kali lipat lebih dahsyat ketimbang bom nuklir Hiroshima. Gelombang kejut yang dihasilkannya menghancurkan pecahan besar menjadi debu.

Namun gelombang kejut tidak berdampak apa pun terhadap permukaan Bumi, karena di titik ground zero sekalipun (yang terletak tepat di bawah lokasi ledakan) gelombang kejut hanya menghasilkan overpressure sebesar 0,7 Pa atau jauh lebih kecil ketimbang limit 6.900 Pa yang menghasilkan dampak minimal berupa bergetarnya kaca jendela.

Sebanyak 0,1 % energi ledakan, yang setara dengan 250 GigaJoule, terkonversi menjadi energi akustik yang menyebar ke segala arah sebagai dentuman sonik dan infrasonik dengan kecepatan 972 - 1.150 km/jam.

Gelombang infrasoniknya menyebar sangat jauh hingga bisa mencapai posisi stasiun - stasiun IMS, yang mengkonfirmasikan ground zero berada di koordinat 4o 30’ LS 120o 00’ B.

Sementara dentuman sonik mencapai kota Watampone yang berjarak 40 km dari ground zero sebagai gelegar suara dalam waktu 150 - 180 detik.

Ketika energi akustik berhasil mencapai permukaan Bumi maka 0,017 % di antaranya terkonversi menjadi energi seismik yang menjalar sebagai gelombang Rayleigh.

Seismograf Pusat Gempa Nasional BMKG merekam gelombang ini sebagai gempa dengan magnitude 1,9 skala Richter yang setara dengan energi seismik sebesar 44,7 Mega Joule.

Pascaledakan, simulasi menunjukkan dengan magnitude visual lebih besar dari -10, meteor sebagian kecil pecahan meteor terutama yang massanya di bawah 1 kg akan terus melanjutkan perjalanannya menembus atmosfer Bumi.

Proses ablasi berhenti beberapa km di bawah ketinggian titik ledak sehingga pecahan - pecahan kecil ini berhenti memancarkan cahaya dan mulai menjalani proses pendinginan di lapisan troposfer hingga mencapai titik retardasi, di mana gravitasi Bumi mengambil alih sepenuhnya perilaku pecahan sehingga akan jatuh ke Bumi sebagai meteorit dengan kecepatan 100 - 200 km/jam.

Berkaca pada kejadian jatuhnya asteroid 2008 TC3, puluhan meteorit kecil dengan total massa 60 kg mungkin jatuh dalam area hingga radius 40 km dari gound zero, meski lokasi persisnya bergantung kepada azimuth awal meteor besar Bone.

Kejadian meledaknya meteor besar Bone sangat mengejutkan mengingat, selain merupakan ledakan terbesar dalam 15 tahun terakhir sejak peristiwa sejenis pada 1 Februari 1994 di atas Pulau Marshall (Pasifik Selatan), dimensi meteoroidnya cukup besar namun ironisnya tidak satu pun program pelacak asteroid dekat Bumi seperti Linear, Loneos, Neat, Spacewatch maupun Catalina Sky Survey yang bisa mendeteksinya.

0 komentar:

Posting Komentar

what your comment ?