Welcome to my blog, enjoy reading.

Senin, 26 September 2011

Wah! Asteroid Besar Dekati Bumi November Mendatang

2 Bulan lagi, asteroid besar mendekati Bumi. Diperkirakan jarak asteroid itu dengan Bumi lebih dekat ketimbang jarak bulan dengan Bumi. Jangan khawatir, fenomena ini tidak akan membahayakan penduduk Bumi.

space.com pada 3 Mei 2011 lalu melansir, tidak ada bahaya atau dampak yang terjadi kala asteroid 2005 YU55 itu mendekati Bumi pada 8 November mendatang. Para ilmuwan memperkirakan, jarak asteroid tersebut dengan Bumi adalah 201.700 mil atau 325.000 kilometer. Konon jarak ini 0,85 kali jarak Bulan ke Bumi.

"Dulu ketika objek ini berada di jarak yang hampir sama dengan Bulan, kami tidak memiliki pengetahuan dan teknologi untuk memanfaatkan kesempatan yang ada. Padahal saat itu, seharusnya jadi kesempatan yang baik," keluh Barbara Wilson, seorang seorang peneliti di Jet Propulsion Laboratory NASA Pasadena, California.

Asteroid 2005 YU55 memiliki ukuran 1300 kaki atau 400 meter. Asteroid ini Ditemukan pada Desember 2005 oleh program Spacewatch di Universitas Arizona di Tucson. Karena ukuran dan karakter orbitalnya, para astronom memasukkan asteroid ini ke dalam daftar asteroid yang memiliki potensi bahaya.

"YU55 tidak menimbulkan ancaman tabrakan dengan Bumi, setidaknya seratus tahun mendatang," kata Don Yeomans, Direktur Kantor Program Objek Dekat Bumi, NASA.

"Pada jarak yang terdekat, efek gravitasi di Bumi akan sangat kecil. Ini tidak mempengaruhi pasang surut atau apa pun," imbuhnya.

Pada April 2010, para astronom di National Science Foundation Observatorium Arecibo di Puerto Rico memperlihatkan beberapa gambar asteroid YU55 pada 2005. Kala itu, jarak YU55 sekitar 1,5 juta mil atau 2,3 juta km dari Bumi.

"Ketika YU55 2005 kembali musim gugur ini, kami berharap memotretnya pada resolusi 4 meter (13 kaki) dengan peralatan kami yang baru diupgrade," kata astronom di Jet Propulsion Laboratory NASA, Lance Benner.

Apalagi, asteroid itu pada November nanti diperkirakan tujuh kali lebih dekat dengan Bumi dari sebelumnya. Tidak heran jika para astronom mengharapkan gambar yang sangat rinci.

Para peneliti ingin mengetahui detail komposisi mineral dari asteroid tersebut. YU55 ditengarai sebagai asteroid tipe C yang dianggap mewakili bahan purbakala tata surya. Dari objek ini, peneliti berharap bisa menyelidiki, mendokumentasikan dan mengukur asteroid dengan lebih tepat lagi sehingga bermanfaat banyak bagi manusia di masa mendatang.

7 Langkah Juno Menguak Rahasia Jupiter

NASA
KOMPAS.com - Wahana antariksa Juno akan segera meluncur ke Jupiter, menempuh jarak setidaknya 800 juta kilometer. Beberapa tugas penting diemban wahana antariksa itu, mulai menentukan kadar air dan komposisi atmosfer planet itu, memetakan medan magnet dan medan gravitasinya serta mengeksplorasi magnetosfer di kutubnya.
Untuk mencapai targetnya, ada beberapa langkah penting yang harud dilalui Juno, mulai dari peluncuran hingga proses pengiriman data hasil observasi nantinya. Berikut beberapa langkah penting itu.
1. Peluncuran
Sejauh ini, peluncuran masih tentatif. Paling cepat, Juno akan diluncurkan pada 5 Agustus 2011 dan paling lambat 26 agustus 2011. Jika pada 5 agustus memungkinkan, maka rencananya Juno akan diluncurkan antara pukul 11.34 - 12.33 EDT. Juno akan diterbangkan dengan roket United Launch Alliance Atlas V dari Kennedy Space Center di Florida, Amerika Serikat.
2. Satu Kali Melintas Bumi
Setelah peluncuran, Juno akan memulai perjalanan ke Jupiter yang jaraknya sekitar 800 juta kilometer. Perjalanan diperkirakan akan membutuhkan waktu 5 tahun. Dalam perjalanannya, tepatnya tahun 2013, Juno akan melintasi Bumi sekali untuk membantu mempercepat perjalanannya. dalam perjalanan, Juno akan memperoleh daya dari energi matahari.
3. "Hidup" di Jupiter
Sampai di Jupiter, Juno akan menghadapi lingkungan yang sangat berbeda. Jupiter hanya menerima 25 persen cahaya Matahari yang diterima Bumi. Untuk bisa bertahan hidup dan melaksanakan misi, Juno telah dilengkapi dengan panel surya selebar 20 meter yang akan mengakumulasi seluruh cahaya Matahari yang diterima dalam perjalanannya. daya dari sumber itulah yang akan digunakan untuk hidup. 4. Memulai Dari Kutub
Orbit Juno yang berbentuk eliptikal membantunya lebih dekat ke Jupiter daripada wahana antariksa sebelumnya. Juno takkan memulai petualangannya di Jupiter dari bagian ekuator, tapi bagian kutub. Juno akan melewati kutub utara dan selatan Jupiter dan mengobservasi aurora di planet terbesar di tata Surya itu, sekaligus mengukur partikel bermuatan dan arus yang berkaitan dengannya.
5. Mengorbit Selama Setahun
Juno akan mengorbit Jupiter sebanyak 33 kali atau selama setahun. Dengan magnetometer kembar yang dimiliki, Juno akan memetakan medan magnet Jupiter. Steven Levin dari Jet propulsion Laboratory NASA di Pasadena mengatakan, "Memetakan medan magnet Jupiter adalah satu dari beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mempelajari struktur internal Jupiter." Levin menambahkan bahwa Jupiter adalah tempat terbaik di Tata Surya untuk mempelajari bagaimana medan magnet dibangkitkan. 6. Mempelajari Dinamo Jupiter
Tak seperti Bumi, Jupiter adalah planet gas. Ini menawarkan kesempatan untuk mempelajari inti planet tersebut. Selama mengorbit, Juno juga akan mempelajarinya. "Ini adalah propspek yang menarik sebab benar-benar akan meningkatkan kemampuan kita mendefinisikan apa yang sebenarnya terjadi di sana," ungkap Jack Connerney dari Goddard Space Center NASA, deputi pimpinan investigasi Juno.
Jupiter diketahui didominassi gas hidrogen. semakin mendekati inti, gas semakin mampat dan akhirnya terdapat hidrogen dalam bentuk cair, disebut hidrogen metalik. Apakah hidrogen metalik ini adalah sumber medan magnet Jupiter? Ataukah ada bagian inti Jupiter yang berwujud padat? Juno akan memecahkannya. 7. Menentukan Kadar Air di Atmosfer
Juno dilengkapi dengan Microwave Radiometer yang akan membantu mengukur kadar air yang ada di atmosfer upiter. Dengan demikian, bisa diketahui pula kandungan oksigen yang ada. Sementara itu, dengan JunoCam, wahana antariksa ini akan menangkap citra close-up Jupiter, memungkinkan untuk analisis lebih lanjut.
Menyambut langkah awal misi Juno, Rabu (3/8/2011), akan digelar konferensi pers yang dihadiri oleh ilmuwan NASA yang terlibat proyek Juno. Sementara, pada tanggal 5 Agustus, televisi NASA akan menayangkan secara khusus pemberitaan tentang peluncuran Juno mulai jam 9.00 EDT. Selanjutnya, kejutan dari penemuan Juno menanti.

Stasiun Antariksa Akan Ditenggelamkan

NASA Stasiun Antariksa Internasional (ISS).




Alam pikiran manusia berbatas horizon yang tak bertepi. Segala yang tak terverifikasi secara ilmu pengetahuan kita sebut ”mimpi”. Stasiun antariksa internasional adalah salah satu mimpi yang menjadi kenyataan. Salah satu perwujudan mimpi itu akan terkubur di samudra pada tahun 2020.
Adalah Edward Everett Hale yang merentangkan batas imajinasinya hingga ke batas tak terkira. Ia menuliskan cerita pendek The Brick Moon yang dimuat secara berkala dalam ”The Atlantic Monthly” tahun 1869. Sebuah kisah fiksi tentang ”satelit buatan”. Dia menulis tentang suatu wahana dari batu bata, berdiameter sekitar 70 meter yang diluncurkan ke orbit Bumi dan secara tak sengaja ada manusia terbawa di dalamnya.
Perihal antariksa juga dikisahkan Jules Verne—penulis fiksi sains yang imajinasinya banyak terbukti sekarang. Verne menuliskan From Earth to the Moon pada 1865—meski tidak menyebut satelit buatan, tetapi memuat mimpi tentang manusia di antariksa. Masih soal Bulan, Verne, antara lain, menulis Around the Moon pada 1870.
Dasar keantariksaan
Baru pada 1923, ilmuwan kelahiran Hermannstadt, Transilvania, Romania, Hermann Oberth—yang kemudian tinggal di Jerman—meletakkan dasar-dasar teknologi antariksa.
Buku-bukunya, The Rocket into Interplanetary Space (1923) dan Ways to Travel in Space (1929), bisa dikatakan menjadi dasar pengembangan teknologi antariksa kemudian.
Oberth menguraikan proyek ruang angkasa mulai dari roket dan satelit, hingga pendaratan di Bulan, penelitian-penelitian planet, stasiun antariksa internasional, hingga kemungkinan kapal alat transportasi antariksa.
Dari yang dia pelajari di jurusan kedokteran, dia yakin tubuh manusia mampu menahan beban yang mungkin muncul di antariksa, seperti kondisi tanpa bobot atau tekanan pada tubuh akibat percepatan ekstrem.
Pemikiran Oberth dilanjutkan oleh H Noordung (1929) dengan The Problems of Navigating the World.
Maka, mulailah sejarah stasiun antariksa, yang diwarnai dengan ”perlombaan antariksa” antara Amerika Serikat dan Uni Soviet—lalu jadi Rusia saat Uni Soviet pecah tahun 1991. Seperti kisah ”pendaratan di Bulan” saat Uni Soviet mengirim Sputnik ke Bulan lebih dulu daripada AS, sebelum astronot AS, Edwin Aldrin, menapakkan kaki di Bulan, soal laboratorium antariksa juga diawali Uni Soviet.
Tahun 1971, Uni Soviet meluncurkan Salyut-1. Dua tahun kemudian, AS mengorbitkan Skylab yang sempat dikunjungi tiga awak sebelum tahun 1974 ditinggalkan. Kedua negara kemudian ”rujuk” setelah Uni Soviet meluncurkan Mir dan AS mengembangkan Freedom.
Tahun 1993, kedua negara raksasa, Rusia dan AS, sepakat berbagi tugas demi terciptanya laboratorium antariksa yang bisa didiami manusia. Maka, digabunglah proyek Mir-2 dari Badan Antariksa Rusia (RSA) dengan Freedom—proyek Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional AS (NASA).
Pesawat ulang alik AS menjadi pembawa kebutuhan membangun ISS; mulai dari tiang penopang, 4 elemen rangkaian sistem energi surya, kebutuhan laboratorium, dan modul agar ISS bisa ditinggali manusia, juga sistem untuk ”berjalan di ruang angkasa” (spacewalk).
Pihak Rusia menyediakan, antara lain, modul pendaratan (universal docking module). Negara-negara Eropa Barat—anggota Badan Antariksa Eropa (ESA)—menyediakan laboratorium sains Columbus, serta kendaraan untuk transfer kargo secara otomatis (ATV). Tahun 1998, ISS diluncurkan.
Penelitian kemanusiaan
Sepanjang sejarah kehidupan, manusia selalu disesaki kegalauan; akan asal muasal kehidupan, hingga kemungkinan adanya kehidupan di luar planet Bumi, di antariksa yang gravitasinya nol.
Bagi AS, berdasarkan undang-undang terkait NASA tahun 2010, ada empat wilayah penelitian di ISS, yaitu bidang kesehatan, eksplorasi, teknologi yang memungkinkan eksplorasi antariksa di masa depan, riset sains untuk fisika dan kehidupan manusia, serta penelitian untuk ilmu bumi dan antariksa.
Awal Juli lalu, penelitian akan vaksin Salmonella, Recombinant Attenuated Salmonella Vaccine dimulai di ISS, juga dilakukan penelitian terhadap ragi untuk mengetahui efek gravitasi nol pada sel-sel manusia.
Eksplorasi antariksa terus berlanjut di masa depan. Untuk itu, AS memiliki program bagi penelitian komunitas yang bisa diikuti oleh pelajar usia di bawah 10 tahun hingga remaja.
Namun, masa hidup ISS tinggal 4-9 tahun. Rencananya, ISS akan diterjunkan dan ditenggelamkan ke lautan, paling cepat tahun 2015 dan paling lambat tahun 2020.
Menurut Wakil Kepala RSA, Vitaly Davydov, penghentian pengorbitan ISS akan dilakukan secara hati-hati agar ISS tidak menjadi ”sampah antariksa yang berbahaya”. Rusia menenggelamkan Mir di Pasifik tahun 2001, Skylab milik AS jatuh dari orbit tahun 1979.
Kini, ISS adalah wahana antariksa terbesar sepanjang sejarah—bisa disaksikan dengan mata telanjang dari Bumi dan bisa ditinggali enam orang. Dengan apa kisah eksplorasi manusia di antariksa akan dilanjutkan memang belum jelas. Namun, manusia tak akan menyerah.(oberth-museum.org/NASA.org)

NASA Luncurkan Juno ke Yupiter

NASA

Badan Antariksa AS, NASA, Jumat (5/8/2011) waktu setempat, meluncurkan pesawat ruang angkasa bertenaga surya menuju planet Yupiter, dari Cape Carnaval Air Force Station di Florida. Pesawat seharga satu miliar dollar AS itu bernama Juno, dan akan menempuh perjalanan selama lima tahun ke Yupiter, yang berjarak sekitar 2.800 juta kilometer jauhnya.
Misi Juno ialah mencari apa saja yang membentuk planet terbesar dalam sistem tata surya itu. Satelit pengamat tak berawak itu akan didorong ke angkasa dengan sebuah roket bernama Atlas 4, dan lepas landas dari Cape Carnaval pada Jumat sekitar pukul 11:30 waktu setempat.
Hanya kurang dari satu jam setelah peluncuran, Juno akan terpisah dari Centaur di bagian atas roket Atlas V. "Pada titik ini, Juno akan menempuh perjalanan selama lima tahun untuk menjelajahi jarak 1.740 juta mil atau 2.800 juta km ke Jupiter," kata badan ruang angkasa AS.
Setelah tiba pada bulan Juli 2016, pesawat ruang angkasa akan mengorbit di kutub gas raksasa, yang memiliki lebih dari dua kali massa gabungan semua planet di tata surya, dan sebagai planet pertama yang berada di sekitar Matahari.
Misi bertujuan untuk 30 orbit selama periode satu tahun. Juno bertujuan untuk lebih dekat ke Jupiter daripada pesawat ruang angkasa NASA lainnya dan akan menjadi yang pertama mengorbit kutub planet, kata Scott Bolton, peneliti utama Juno dan ilmuwan di Southwest Research Institute di San Antonio, Texas.

Juno Akan Menguak Sejarah Tata Surya

NASA/JPL-Caltech Ilustrasi saat Juno mendekati Planet Jupiter.

 
Wahana antariksa Juno yang akan menjalankan misinya ke Planet Jupiter sukses diluncurkan dari Kennedy Space Center, Florida, Jumat (5/8/2011) pukul 12.25 waktu setempat atau pukul 23.25 WIB. Meski sedikit lebih lambat dari jadwal yang direncanakan semula, peluncuran dilaporkan berjalan lancar.
Pada misi ini, Juno akan melakukan beberapa riset, salah satunya adalah mengukur kadar air di atmosfer planet terbesar di tata surya itu. Juno dilengkapi dengan alat yang bisa mendeteksi radiasi gelombang mikro yang dihasilkan panas Jupiter.
Selain itu, Juno juga akan menjawab pertanyaan lain, misalnya, besarnya medan magnet di Jupiter, memetakan medan magnetnya, dan mengetahui inti planet itu. Tak lupa, Juno yang dilengkapi dengan kamera juga akan memotret Jupiter dan fenomena yang ada, seperti aurora di kutubnya.
"Apa yang kami cari adalah beberapa pertanyaan fundamental tentang tata surya kita. Bagaimana Jupiter terbentuk, bagaimana ia berevolusi, dan apa yang terjadi di awal tata surya sehingga menciptakan kita," kata Scott Bolton, pimpinan investigasi misi Juno.
Untuk mencapai Jupiter, Juno yang menghabiskan biaya 1,1 miliar dollar AS harus menempuh perjalanan selama 5 tahun ke depan. Juno akan melakukan manuver untuk memperoleh kecepatan yang diinginkan. Juno akan mampir ke orbit beberapa planet, termasuk kembali melakukan manuver di orbit Bumi pada tahun 2013. Diperkirakan, Juno akan sampai di Jupiter pada tahun 2016.
Dalam penjelajahannya, Juno dilengkapi dengan panel surya selebar 20 meter. Dengan adanya panel surya ini, Juno menjadi wahana antariksa penempuh jarak jauh pertama yang daya untuk penjelajahannya berasal dari tenaga surya.
Juno akan mengorbit Jupiter sebanyak 30 kali selama setahun. Lain dengan wahana antariksa lain yang memulai dari khatulistiwa, Juno akan memulai dari kutub.

Akhir Pekan Ini, Puncak Hujan Meteor



Sambil menanti waktu sahur hingga matahari terbit, Anda berkesempatan untuk menayaksikan "bintang jatuh" melesat di langit. Perlu tahu saja, puncak hujan meteor Perseid akan berlangsung akhir pekan ini antara 12-13 Agustus 2011.  Perseid merupakan salah satu hujan meteor paling besar yang rutin terjadi setiap tahun.
Pada puncak hujan meteor Perseid, diperkirakan ada sebanyak 60-120 meteor yang bisa teramati per jamnya. Menurut situs astronomi Space.com, Rabu, (11/8/2011), waktu pengamatan yang tepat adalah sekitar pukul 01.00 dini hari waktu masing-masing daerah.
Pengamatan terbaik adalah dengan cara mengarahkan pandangan ke arah timur laut, tempat rasi Perseus. Meteor akan bergerak secara radian dari bagian atas rasi bintang tersebut. Namun, pengamatan kali ini mungkin agak terganggu karena cahaya bulan yang terang mendekati purnama. Langit benar-benar gelap hanya beberapa menit saja menjelang matahari terbit.
Saat hujan meteor Perseid berlangsung, hujan meteor Delta Aquarid pun akan terjadi. Hanya saja, jumlah meteor yang bisa disaksikan mungkin tak sebanyak Perseid. Hujan meteor Delta Aquaruds sebenarnya sudah terjadi sejak 14 Juli 2011 lalu dan masih akan berlangsung hingga 18 Agustus 2011 mendatang.
Meteor Perseid berasal dari komet 109P/Swift-Tuttle. Setiap bulan Agustus, Bumi memasuki bekas lintasan komet itu sehingga debu-debu dan batu yang tersisa di lintasan komet masuk ke atmosfer Bumi sebagai hujan meteor, dengan kecepatan sekitar 60 kilometer per detik. Posisi terdekat komet ini dengan Matahari yang terakhir terjadi pada 1992.
Meski hujan meteor Perseid sudah berlangsung sejak tahun 1990-an, hingga kini hujan meteor tersebut tetap terjadi. Menurut Hakim, hal itu terjadi karena besarnya diamater inti komet, yang menurut Space.com mencapai 9,7 kilometer. Walaupun terjadi berulang, hujan meteor ini tidak akan menimbulkan efek berarti bagi Bumi. Dalam jangka panjang, banyaknya hujan meteor bisa menimbulkan penumpukan debu di bagian atas atmosfer Bumi sehingga bisa menghalangi cahaya Matahari.
Karena cahaya bulan terang maka hujan meteor Perseid tahun ini termasuk bukan yang terbaik. Sementara meteor Delta Aquarids akan bergerak dengan kecepatan 42 kilometer per detik. Wilayah tropis Bumi bisa menyaksikan hujan meteor ini lebih baik dibanding wilayah lain.

Sebuah Meteorit Akan Jatuh ke Bumi

Southern Ontario Meteor Network Sebuah bola api terdeteksi memasuki atmosfer Bumi pada 8 Agustus 2011.


Kamera di Southern Ontario Meteor Network mendeteksi adanya bola api atau meteor pada Senin (8/8/2011) pukul 01.22 EDT atau sekitar pukul 12.00 WIB pada tanggal yang sama.
"Meteor ini tertangkap di sekitar wilayah Danau Erie dan mengarah ke selatan-tenggara Ohio, AS," kata Kepala Meteoroid Environment Office NASA, Marshall Space Center, Huntsville. Meteor ini berpotensi lolos melewati atmosfer dan menumbuk permukaan Bumi. Jadi, bersiaplah untuk menyambutnya.
Seperti diketahui, meteor yang sampai ke permukaan Bumi disebut meteorit. Saat teramati, meteor tengah bergerak lambat di ketinggian 38 km di atas permukaan Bumi. Ketinggian ini tergolong rendah sebab umumnya bergerak di ketinggian 65-80 km di atas permukaan Bumi. Menurut Cooke, semakin dalam penetrasi meteor dan semakin lambat kecepatannya, maka makin berpotensi meteor sampai ke Bumi menjadi meteorit.
Meteor ini diketahui bergerak dengan kecepatan 40.555 km per jam. Massa meteor hanya 10 kg. Jadi, jika memang nanti menjadi meteorit, ukurannya kecil dan tak akan menimbulkan dampak serius. "Besarnya hanya sebesar kuku ibu jari, mungkin lebih besar sedikit," cetus Cooke. Massa meteoritnya nanti mungkin hanya 100 gram, dan diperkirakan hanya berdiamater 2,5-5 cm.
Cooke mengatakan, jika ada yang menemukan meteorit itu, diharapkan melapor ke NASA. Namun, Cooke mengingatkan bahwa meteorit yang jatuh menjadi hak milik si empunya lahan tempat meteorit itu jatuh, jadi yang mengambil mesti meminta izin. Jangan terlalu berharap akan jatuh di Indonesia sebab, menurut Cooke, meteorit nantinya akan tetap jatuh di wilayah Amerika Serikat, tepatnya di timur Cleveland.

2025, Ambisi Russia Kirim Manusia ke Mars

Meski perang dingin antara AS dan Russia sudah selesai, kedua negara masih berlomba-lomba dalam menaklukkan ruang angkasa. Russia menetapkan target yang lebih ambisius daripada AS untuk mengirimkan manusia pertama ke Planet Mars."Kami mengambil semacam langkah lebih depan dalam perlombaan ini mengingat kami memiliki pengalaman terbaik dalam mengendalikan wahana ruang angkasa," ujar Lev Zelyony, direktur Space Research Intitute, Russia, seperti dilansir kantor berita Interfax, Selasa (8/1).
Russia berambisi menjadi negara pertama yang mengirimkan manusia ke Mars. Secara teknis maupun ekonomis, ujar Zleyony, Russia mampu melakukannya pada tahun 2025. Target tersebut menyalip AS yang sebelumnya sudah lebih dulu mengungkap rencananya mengeksplorasi Mars secara terperinci.
Target tersebut juga lebih ambisius dari rencana semula. Pada akhir Agustus 2007, Anatoly Perminov, kepala badan antariksa Russia Roskosmos, mengatakan bahwa tahun 2025 baru menjadi target pengiriman misi berawak ke Bulan. Misi ke Mars baru ditargetkan sepuluh tahun kemudian.  

"Kami sudah kalah dalam perlombaan ke Bulan," ujar Zelyony. AS berhasil mendaratkan mansuia pertama ke Bulan  pada 20 Juli 1969 melalui misi Apollo 11 dan total berhasil menuglnagnya hingga 6 kali misi hingga misi Apollo 17 tahun 1972. Russia sampai sekarang tak sekalipun berhasil mengirimkan misi berawak ke Bulan.
Menurut Zelyony, persaingan ke Mars lebih bergengsi dan akan mengangkat citra Russia dalam bidang teknologi ruang angkasa.(AFP/WAH)

Misi "Deep Impact" dan "Armageddon" Rusia

Ilustrasi asteroid yang mendekati Bumi
 Misi 'hanya dalam film' melindungi Bumi dari tubrukan asteroid, seperti gambaran film Deep Impact dan Armageddon sedang disusun badan luar angkasa Rusia. Kabar itu diembuskan kantor berita Associated Press (AP), Rabu lalu, mengutip pernyataan Kepala Badan Luar Angkasa Rusia Anatoly Perminov.
Meski ada keraguan Amerika Serikat, negara paling menonjol dalam misi luar angkasa, Rusia tetap berpendapat rencana tersebut layak diwujudkan. Daripada duduk diam dan menunggu tubrukan asteroid atau benda-benda langit ke Bumi dengan korban ratusan ribu jiwa, menurut Perminov, tetap lebih baik melakukan sesuatu untuk menghindarinya dengan ongkos triliunan rupiah.
Bedanya dengan misi ”Deep Impact” dan ”Armageddon”, misi menghadang asteroid tidak akan menggunakan nuklir. Namun, Perminov enggan mengungkap detail yang direncanakan. Yang jelas, Rusia bermaksud menggandeng badan luar angkasa AS, Eropa, China, dan negara lain untuk proyek tersebut.
Asteroid pengancam Bumi saat ini diidentifikasi sebagai Apophis, asteroid berukuran 270 meter yang pertama kali ditemukan tahun 2004. Para astronom memperkirakan, Apophis akan bertubrukan dengan Bumi pertama kali pada 2029 dengan kemungkinan 1 banding 37. Meski sangat kecil, kemungkinan tubrukan itu diperkirakan ketika jarak asteroid dengan Bumi sekitar 29.450 kilometer. Sementara, NASA memperkirakan kemungkinan tubrukan pada tahun 2036 dengan perbandingan 1 banding 45.000.
Oktober lalu, setelah para peneliti mengalkulasi ulang garis edar asteroid, NASA mengubah estimasinya menjadi 1 banding 250.000. Sejauh ini, para ahli di dunia memiliki berbagai teori untuk membelokkan benda-benda luar angkasa dari kemungkinan menabrak Bumi. Di antaranya, mengirim satelit untuk mengitari asteroid dan secara perlahan membelokkan arah asteroid. Sebagian ahli lain menyarankan mengirimkan kendaraan luar angkasa untuk menabrak asteroid atau meledakkannya dengan bahan nuklir. Di tengah berbagai pro-kontra, rencana Rusia itu dinilai sebagai pengakuan dunia terhadap bahaya benda-benda angkasa terhadap Bumi. (AP/GSA)

Asteroid Tak Jadi Tabrak Mars

Kemungkinan terjadi tabrakan antara Planet Mars dengan sebuah asteroid yang mendekatinya dipastikan nol, demikian diumumkan para ilmuwan yang terus menerus mengamati gerakan batu angkasa tersebut, Jumat (11/1).Pelacakan asteroid 2007 WD5 dari empat observatorium makin mengecilkan kemungkinan terjadinya tabrakan pada tanggal 30 Januari mendatang saat posisinya paling dekat dengan Mars. Kemungkinan tabrakan turun menjadi 1 banding 10.000, menurut ilmuwan dari Near-Earth Object Program, Laboratorium Propulsi Jet, NASA di situs web-nya.

Para ilmuwan memperkirakan asteroid itu akan melewati Mars pada jarak lebih dari 25.500 kilometer dari permukaan planet merah, atau paling buruk, tidak lebih dekat dari 4.000 kilometer.
Asteroid 2007 WD5 ditemukan November lalu. Pengamatan awal terhadap orbitnya memunculkan kemungkinan terjadinya tabrakan dengan Mars dengan kemungkinan 1 banding 25 sebelum perhitungan lebih teliti dilakukan.
Asteroid itu cukup besar untuk bisa memunculkan kawah selebar setengah kilometer lebih bila menabrak permukaan Mars yang dingin dan berdebu, sehingga para astronom sesungguhnya ingin mengamatinya.

Peluang Kecil Tabrakan Asteroid ke Mars

Kecil kemungkinan Asteroid 2007 WD5 menabrak Planet Mars meski pada tanggal 30 Januari 2008 akan berada pada posisi sangat dekat. Peluang terjadi tabrakan terus menurun dan kini hanya 2,5 persen saja.Perkiraan tersebut merupakan hasil analisis terbaru yang dilakukan para astronom menggunakan teleskop di Observatorium Calar Alto di Spanyol. Teleskop yang digunakan dalam Program Objek Dekat Bumi di Laboratorium Propulsi Jet NASA terus mengamati pergerakan objek antariksa tersebut.
Asteroid tersebut baru ditemukan para astronom NASA saat melakukan Survei Langit Catalina di Arizona akhir November tahun lalu. Objek tersebut tengah saat ini bergerak melalui lintasan orbit yang berada dekat lintasan orbit yang juga dilalui Planet Mars.
Peluangnya menabrak Planet Merah sempat naik dari menjadi 4 persen pada akhir Desember 2007 dari 0,33 persen saat ditemukan. Meski peluangnya kecil, tabrakan asteroid ke permukaan Mars merupakan peristiwa yang sangat ditunggu-tunggu.
Jika tabrakan terjadi, batuan angkasa selebar lapangan sepakbola tersebut dapat menimbulkan kawah di permukaan Mars hingga selebar 500 meter. Program Objek Dekat Bumi NASA terus memantau pergerakan objek tersebut meski peluangnya membahayakan Bumi jauh lebih kecil.

Kendaraan Penghadang Asteroid Dikembangkan


ESA/C Carreau
Foto-foto dari jarak lebih dekat akan mengungkap lebih jauh mengenai bentuk, umur, dan komposisi Asteroid Steins.

 
Setelah teknologi sukses membawa manusia menjelajahi angkasa, gagasan baru pun dikembangkan. Sejumlah ilmuwan Inggris, bersama perusahaan ruang angkasa Stevenage EADS Atrium, berencana membangun kendaraan angkasa pencegat asteroid besar yang membahayakan Bumi.
Kendaraan atau ”traktor angkasa” itu dirancang membelokkan orbit asteroid yang berisiko menabrak Bumi. Kendaraan tersebut akan menghadang asteroid hingga jarak 48 meter dari sumber ancaman lalu mendorong batu angkasa ke arah lain. Menurut ahli, hal itu dimungkinkan dengan menggunakan kekuatan dari tenaga surya.
Alat tersebut idealnya diluncurkan 15 tahun mendatang sebelum terjadi tubrukan Bumi-asteroid, seperti yang selama ini diperkirakan. Menurut laporan Program Obyek di Dekat Bumi Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), terdapat 1.068 benda yang dikenali sebagai ”asteroid yang potensial berbahaya”, yang diperkirakan berada di angkasa. (GSA)

Emas dan Platina Berasal dari Luar Angkasa



Aktivitas eksplorasi tambang emas milik PT Aneka Tambang (Antam) di Pongkor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, terus berlangsung seperti hari Selasa (11/12). Hingga September 2007 PT Antam memproduksi 2.128 kilogram emas (ekuivalen 68.417 oz) dan menjual 3.730 kilogram emas (ekuivalen 119.922 oz).

Logam mulia seperti emas dan platina mungkin mulai muncul di permukaan kerak Bumi saat asteroid menghantam Bumi yang baru terbentuk miliaran tahun silam. Itulah kesimpulan hasil kajian yang dilakukan Gerhard Schmidt dari Universitas Mainz, Jerman.

Schmidt melakukan penyelidikan selama 12 tahun atas berbagai lokasi yang pernah dihantam meteorit dengan menganalisa tanah untuk melacak berbagai logam berharga ini, yang disebut highly sederophile element (HSE). Berbagai logam dalam kelompok HSE antara lain emas, platinum, palladium, iridium, dan ruthenium.

Ia membandingkan logam-logam mulia ini dengan sampel mineral dari sejumlah lokasi, antara lain dari bagian kulit dan kerak Bumi, dari meteorit Mars yang telah ditemukan di Bumi, dan dari sejumlah analisa atas batu-batuan yang banyak mengandung HSE yang dibawa dalam misi-misi Apollo yang ditemukan di lokasi-lokasi yang dihantam meteorit di Bulan.

Kandungan HSE di sejumlah mineral tersebut ternyata memiliki kesamaan sehingga erat kaitannya kimiakosmos Bumi dan batu-batuan luar angkasa tersebut. Dari hasil perhitungannya, Schmidt menyatakan bahwa sekitar 160 asteroid besar yang kaya unsur logam berdiameter 20 kilometer akan cukup memadai untuk memberikan konsentrasi HSE yang kita dikandung Bumi saat ini.

Schmidt dijadwalkan akan menyampaikan karyanya pada Kongres Sains Planet Eropa yang berlangsung pekan ini di Muenster, Jerman.

Rosetta Buru Asteroid Steins


ESA/C Carreau
Foto-foto dari jarak lebih dekat akan mengungkap lebih jauh mengenai bentuk, umur, dan komposisi Asteroid Steins.

Wahana ruang angkasa Rosetta milik badan antariksa Eropa (ESA) tengah mendekati target pertamanya, asteorid Steins. Misinya masih dalam rangka mencari tahu rahasia pembentukan tata surya.
"Kalau kita mengetahui lebih banyak mengenai asteorid dan komet, kita juga selangkah lebih maju untuk memahami bagaimana planet-planet terbentuk," ujar Gerhard Schwehm, manajer misi ESA untuk Rosetta.
Rosetta dijadwalkan bertemu pada jarak terdekat dengan asteroid Steins pada Jumat (5/9) sore waktu Eropa atau Sabtu dinihari WIB. Meski demikian, jarak terdekat yang dapat dicapai baru pada 800 kilometer.
Begitu melintas dekat asteroid tersebut, Rosetta akan mengaktifkan kameranya. Foto-foto yang diambil diharapkan jelas dan cerah karena Rosetta diperkirakan melintas di atas permukaan asteroid yang disinari Matahari.
Data-data tersebut akan segar dikirim ke pusat kendali misi di Darmstaadt, Jerman. Hasil analisisnya diharapkan dapat keluar dalam sehari.
Steins yang sebelumnya disebut Asteroid 2867 merupakan objek ilmiah pertama yang menjadi target misi wahana Rosetta sebelum melanjutkan perjalanan. Misi utama Rosetta sendiri adalah mencegat komet 67/P Churyumov-Gerasimenko yang dijadwalkan tahun 2014.
Rosetta diluncurkan pada Maret 2008. Saat ini wahana tersebut telah melesat hingga 400 juta kilometer dari Bumi.
Misi mendekati komet bukan pertama kalinya dilakukan ESA. sebelumnya wahana lainnya, bernama Giotto, pernah mencegat komet Halley pada tahun 1986, sempat mengambil foto-foto ngarai, kawah besar, dan bukit setinggi 900 meteran di permukaannya.

Dekati Asteroid, Kamera Rosetta Malah Mati


ESA/C Carreau
Foto-foto dari jarak lebih dekat akan mengungkap lebih jauh mengenai bentuk, umur, dan komposisi Asteroid Steins.


Wahana ruang angkasa bernama Rosetta milik badan antariksa Eropa atau European Space Agency (ESA) telah berhasil mendekati asteroid Stein seperti yang direncanakan. Sayangnya, kamera beresolusi tinggi pada wahana tersebut mendadak mati saat melewati obyek tersebut pada jarak terdekat.
Demikian penuturan manajer misi ESA dan Kepala Operasi Tata Surya Gerhard Schwehm pada Sabtu (6/9). Ia belum mengetahui secara pasti penyebab kegagalan kamera tersebut beroperasi.
"Software mati secara otomatis. Kamera itu memiliki beberapa software limit dan kita akan analisis kenapa hal ini bisa terjadi," tutur Gerhard.
Rosetta telah mencapai asteroid Stein, yang juga disebut asteroid 2867, pada Jumat (5/9) pukul 18.45 WIB di orbit asteroid antara Mars dan Yupiter. Wahana ini diluncurkan pada Maret 2004 dari Guyana Perancis dan sekarang sudah berada 402 juta kilometer dari bumi.
"Saya kira bebatuan di luar sana akan dapat memberi petunjuk lebih banyak," ujarnya. Gerhard mengatakan misi ini diharapkan dapat memberi petunjuk mengenai pembentukan tata surya.
Kepala tim investigasi kamera Uwe Keller, dalam jumpa pers, mengatakan kamera mati sekitar sembilan menit sebelum mencapai titik terdekat dan mati lagi beberapa kali tetapi saat ini sudah mulai berfungsi normal lagi. Keller mengatakan dia tak mengharapkan kamera mati lagi yang dapat mempengaruhi misi tersebut.
Beruntung, kamera dengan kapasitas lebih besar lainnya mampu mengambil gambar dan dikirim ke pusat kendali ruang angkasa. Keller mengatakan hasil foto-foto menunjukkan kawah yang bervariasi di permukaan asteroid yang berwarna keabuan. Foto tersebut menunjukkan sejarah benturan yang panjang.
Wahana tersebut mencatat 23 kawah di atas luas permukaan 200 meter dengan luas terbesar mencapai 2 kilometer. Menurut perkiraan, asteroid yang berbentuk seperti berlian tersebut berdiameter 5 kilometer dan sedikit lebih besar seperti yang diperkirakan sebelumnya yakni 34,8 kilometer.

Jangan Anggap Remeh Ancaman Hantaman Asteroid


ESA/C Carreau
Foto-foto dari jarak lebih dekat akan mengungkap lebih jauh mengenai bentuk, umur, dan komposisi Asteroid Steins. 
 
Ancaman asteroid yang berpeluang menghantam Bumi seharusnya menjadi isu dunia dan tidak dianggap remeh. Asosiasi Penjelajah Antariksa Internasional (ASE) menyerukan kepada Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) agar mengembangkan berbagai strategi untuk menghadapi asteroid yang mengancam akan menghantam Bumi.
Dari 5.000 benda dekat Bumi yang sudah dikenal, dan 500.000 lainnya yang diperkirakan akan ditemukan dalam 15 tahun mendatang beberapa puluh di antaranya berisiko tinggi menghantam Bumi. Hal tersebut dikhawatirkan dapat menyebabkan kerusakan lokal atau regional.
Untuk menghadapi ancaman ini, asosiasi mengimbau kepada badan-badan PBB dan negara anggotanya agar mengembangkan kerangka kerja untuk saling bertukar informasi tentang berbagai asteroid yang berbahaya. Selain itu tentu saja mekanisme pengambilan keputusan untuk menghancurkan atau membelokkan lintasan asteroid-asteroid tersebut.
"Kemampuan teknikal untuk mencegah benturan semacam ini dengan Bumi sudah tersedia," tulis ASE, yang anggotanya terdiri atas 320 orang yang telah pergi ke angkasa luar, dalam sebuah laporan yang disampaikan di Wina, Selasa (25/11). Sejumlah opsi sedang dikaji, antara lain menghancurkan sebuah asteroid dengan pesawat antariksa berukuran besar atau senjata nuklir, atau mengubah lintasannya dengan memanfaatkan kekuatan gravitasi dari pesawat yang melayang dekat asteroid.
ASE menyatakan struktur pengambilan keputusan hendaknya disusun segera, dengan keputusan akhir berada di tangan Dewan Keamanan PBB. Dampak terbesar dari benda antariksa dalam sejarah adalah kejadian di Tunguska pada 1908, dimana meteoroid membinasakan hutan Siberia seluas 2.000 kilometer persegi.

Pecahan Asteroid yang Jatuh di Sudan Berhasil Dikumpulkan


NASA
Foto yang dibuat Desember 2008 oleh NASA menunjukkan sebuah batu hitam yang ditemukan di gurun Sudan.

 
Untuk pertama kalinya, para ilmuwan berhasil mengumpulkan pecahan asteroid yang sudah teramati dengan saksama sejak mengarah hingga jatuh ke Bumi. Asteroid yang diberi nama 2008 TC3 tersebut jatuh ke kawasan Gurun Nubian, Sudan, Oktober tahun lalu.
Penemuan pecahan asteroid bukan pertama kali terjadi. Namun, yang unik dari penemuan ini karena asteroid tersebut sudah terlacak dengan baik saat mengarah hingga jatuh. Proses penemuan seperti ini belum pernah dilaporkan sebelumnya.
Asteroid sebesar mobil itu terlacak pertama kali oleh astronom Arizona, AS hanya beberapa hari sebelum jatuh ke Bumi. Jalur perjalanannya langsung dimonitor sejumlah teleskop dari seluruh dunia sehingga dapat diperkirakan lokasi jatuhnya.
Peter Jenniskens dari SETI Institut, California, yang menjadi penulis laporan pertama keberadaan asteroid tersebut kemudian melakukan perjalanan ke Sudan untuk melacaknya. Penelusuran yang menyeluruh akhirnya berhasil menemukan 47 pecahan untuk dianalisis.
"Asteroid ini terbuat dari material yang mudah pecah sehingga ia pecah pada ketinggian 37 kilometer sebelum berangsur-angsur jatuh perlahan," ujar Jenniskens. Menurutnya, jenis asteroid ini sangat langka dan jarang ditemukan.
Material penyusunnya disebut ureilite. Hasil perbandingan data menunjukkan asteroid 2008 TC3 tersebut termasuk muda dan baru mengarungi beberapa juta tahun di sekitar pusat tata surya.
Analisis terhadap pecahan-pecahan astroid tersebut akan memberikan banyak informasi untuk mengungkap proses pembentukan di ruang angkasa. Selain itu, para ilmuwan juga berharap dapat mempelajari lebih lanjut hubungannya dengan rute perjalanan asteroid agar dapat menyiapkan cara mengatasi asteroid lebih besar yang mungkin mengancam Bumi.

Asteroid Terbesar Kedua di Bimasakti Berkembang Jadi Planet


Jejak lintasan asteroid 2007 TU24 di langit yang dipetakan astronom amatir Dr. Dale Ireland dari Silverdale, Washington, AS 
 

Asteroid terbesar di dalam Sistem Bimasakti sebenarnya adalah purwarupa planet, yaitu satu blok yang sedang berkembang menjadi planet sesungguhnya yang lebih besar, demikian hasil satu studi.
Beberapa peneliti di University of California, Los Angeles (UCLA), membuat kesimpulan tersebut setelah menggunakan teleskop Antariksa Hubble untuk mempelajari Pallas, asteroid terbesar kedua di dalam Sistem Bimasakti, kata studi tersebut, yang disiarkan di dalam jurnal Science, terbitan Oktober.
Pallas, yang namanya diambil dari nama Dewi Yunani, Pallas Athena, berada di sabuk utama asteroid antara orbit Jupiter dan Mars.
Menurut teori pembentukan planet, purwarupa planet adalah awan partikel gas, batu, dan debu yang berada dalam proses pembentukan satu planet. Purwarupa planet agak berada di jalur masing-masing orbit lain, sehingga terjadi benturan dan secara berangsur membentuk planet yang sesungguhnya.
"Sangat menggairahkan untuk menyaksikan satu obyek perspektif baru ini yang sangat menarik dan belum diamati oleh Hubble dengan resolusi tinggi," kata mahasiswi tingkat doktor UCLA, Britney E Schmidt, penulis utama studi itu.
"Kami memperkirakan, asteroid yang sangat besar ini bukan hanya sebagai blok planet yang sedang terbentuk, tapi sebagai peluang untuk meneliti pembentukan planet beku pada waktunya," kata Schmidt.
"Memiliki kesempatan menggunakan Hubble, dan melihat citra itu kembali dan memahami secara otomatis ini dapat mengubah apa yang kami pikirkan mengenai obyek ini," kata Schmidt sebagaimana dilaporkan kantor berita resmi China, Xinhua.
Dengan gambar Hubble, Schmidt mengatakan dia dan rekannya dapat membuat pengukuran baru mengenai bentuk dan ukuran Pallas. Mereka dapat melihat permukaannya memiliki daerah gelap dan cerah, yang menunjukkan benda yang kaya akan air tersebut mungkin telah mengalami perubahan internal dengan cara yang sama yang dilalui planet.
"Itulah yang membuatnya lebih mirip planet --variasi warna dan bentuk bulat sangat penting sepanjang yang kami pahami, adalah obyek dinamis atau benda itu telah memiliki ukuran yang persis sama sejak terbentuk," kata Schmidt. "Kami kira barangkali itu adalah obyek yang dinamis."
Untuk pertama kali, Schmidt mengatakan, dia dan rekannya juga melihat tempat tabrakan besar di Pallas. Mereka tak dapat memastikan apakah itu adalah kawah, tapi depresinya memang menunjukkan sesuatu yang penting lain: bahwa itu dapat membawa kepada keluarga kecil asteroid Pallas yang mengorbit di antariksa.

Asteroid Misterius Saat Ini Sedang Mendekati Bumi



Asteroid Steins, salah satu asteroid besar yang tengah dipelajari para ilmuwan untuk mengungkap asal-usul alam semesta. 
 
Sebuah obyek luar angkasa misterius yang dinamakan 2010 AL30 diketahui tengah mendekati dan menuju Bumi. Pada Kamis (13/1/2010), benda yang diduga asteroid ini diperkirakan akan mencapai titik terdekat di Bumi, yaitu sepertiga jarak Bumi-Bulan.

Obyek yang diperkirakan berukuran 18 meter ini tengah menjadi perhatian astronom dunia. Seperti dilaporkan Discovery, meskipun diketahui terus mendekat ke Bumi, asteroid ini tidak menimbulkan ancaman langsung.

Pada Kamis, batu angkasa ini akan berada di jarak 130.000 kilometer dari Bumi atau sekitar sepertiga dari jarak Bumi ke Bulan. Sangat jarang ada obyek seperti asteroid yang berada pada jarak sedekat ini sebelumnya. Masih belum bisa dipastikan apakah obyek angkasa ini betul asteroid atau bukan. Penemuan 2010 AL30 terbilang sangat baru, yaitu 11 Januari lalu.

Beberapa ahli berpendapat, berdasarkan karakteristik bentuk orbit dan jangka waktu evolusi mengelilingi matahari yang serupa dengan Bumi, diyakini bahwa benda angkasa itu adalah sampah antariksa yang kebetulan mengorbit jauh dari astmosfer Bumi. Namun, pendapat tersebut dibantah oleh Alan W Harris, peneliti senior dari Space Science Institut, AS, karena 2010 AL30 tidak terlihat artifisial.

"Orbitnya tidak menyerupai lintasan bekas pesawat angkasa," ujarnya. Menurutnya, benda angkasa ini layaknya asteroid yang memotong lintasan Bumi lainnya. Hanya, kebetulan, orbitnya sempurna, yaitu menyerupai Bumi.

Kepastian bahwa benda ini asteroid atau bukan hanya bia dipastikan pada Kamis nanti, yaitu saat benda ini mendekati Bumi. Radar Goldstone milik NASA yang berada di Gurun Mojave dijadwalkan akan mengidentifikasi benda ini pada Rabu (13/1/2010). Pantulan gelombang yang ditembakkan ke benda ini akan memastikan wujudnya.

Terlepas pro dan kontra mengenai wujud benda ini sebenarnya, Andera Boattini dari Catalina Sky Survey mengatakan, kemunculan 2010 AL30 merupakan ujian dari sistem mitigasi di Bumi dalam menghadapi ancaman asteroid yang mungkin saja menghujam Bumi. Untungnya, meskipun mengarah ke Bumi, benda angkasa seukuran ini relatif tidak membahayakan penduduk. Sebab, kalaupun menabrak Bumi, benda yang kekuatan ledakannya setara bom atom kecil ini akan langsung hancur begitu menyentuh atmosfer.

Hingga hari ini, Spaceweather merilis, setidaknya ada 1.092 asteroid yang memiliki potensi menabrak Bumi. Ukuran panjangnya bermacam-macam, mulai dari yang kecil, yaitu 18 meter seperti 2010 AL30 hingga 1,4 kilometer macam 24761 Ahau yang kini berada masih jauh dari Bumi.

Jumat, 22 April 2011

Asteroid kecil bisa disangka Serangan Nuklir


Picture
Asteroid-asteroid kecil yang memasuki atmosfer Bumi namun tidak pernah sampai jatuh ke tanah, ternyata dapat saja mendatangkan dampak mematikan.

Sebab, asteroid-asteroid tersebut mungkin dikira ledakan nuklir oleh negara-negara yang peralatannya tidak mampu menunjukkan perbedaan antara suatu benda angkasa dan rudal musuh, kata para ilmuwan AS.

Satu peristiwa seperti itu terjadi pada 6 Juni lalu, ketika satelit-satelit AS memberikan peringatan dini yang mendeteksi suatu kilatan cahaya di atas Mediterania (kawasan Laut Tengah).

Kilatan itu mengindikasikan adanya pelepasan energi besar seperti anergi bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima, Jepang, kata Brigadir Jenderal AD AS Simon Worden, di hadapan sidang DPR AS yang membahas isu ruang angkasa dan aeronautika, akhir pekan lalu.

Kilatan cahaya tersebut terjadi, ketika sebuah asteroid mungkin berdiameter 10 meter jatuh ke lapisan atmosfer Bumi, menghasilkan gelombang kejut yang akan mengguncang setiap kapal yang berlayar di kawasan tersebut dan mungkin menyebabkan kerusakan kecil, kata Worden.

Sedikit pemberitahuan diberikan mengenai peristiwa tersebut pada saat itu, tapi Worden mengatakan jika itu terjadi selama beberapa jam sebelumnya dan berlangsung di atas India dan Pakistan, akibatnya mungkin mengerikan.

''Menurut pengetahuan kami, tidak satu pun dari negara-negara itu memiliki sensor canggih yang dapat menentukan perbedaan antara objek dekat Bumi (NEO) alami, seperti asteroid, dan suatu ledakan nuklir,'' tambahnya.

619 Objek

''Kepanikan yang timbul di negara-negara bermusuhan yang masing-masing punya senjata nuklir bisa pecah dan menyulut perang nuklir yang kita hindari selama lebih dari separo abad,'' kata dia, pada sebuah komisi DPR yang menyidik risiko dari asteroid atau objek lain yang mungkin membentur Bumi.

''Pada saat Capitol Hill (Kongres AS) Putih sibuk membicarakan Presiden Saddam Hussein dan ancaman potensial Irak karena bisa menguasai senjata pemusnah massal, kita perlu mencatat bahwa ada objek-objek di luar angkasa yang mungkin mengarah ke Bumi, yang mengandung begitu banyak kekuatan destruktif sehingga membuat Saddam Hussein tampak menjadi faktor tidak berbahaya pada kehidupan kita,'' kata Dana Rohrabacher dari Partai Republik, California, yang menjabat sebagai ketua sidang itu, kepada peserta sidang.

Para pakar astronomi telah lama prihatin atas kerusakan akibat asteroid dan komet. Sejak 1998 NASA (Badan Penerbangan dan Antariksa AS) telah mengidentifikasi 90 persen dari seluruh NEO - objek-objek berdiameter satu kilometer atau lebih - pada 2008.

Kepala bidang ilmu ruang angkasa NASA, Ed Weiler, mengatakan pada komisi tersebut bahwa para ilmuwan telah mengidentifikasi 619 objek yang diduga asteroid besar dan berbahaya, yang sekitar separo pakar astronomi yakin asteroid-asteroid itu ada di sekitar Bumi.

Jenis asteroid besar tersebut membentur Bumi beberapa kali setiap jutaan tahun, dan ketika itu terjadi, menyebabkan bencana regional.

Sebaliknya, asteroid berdiameter 4,8 kilometer yang disebut penyebab kiamat - seperti diyakini orang telah memusnahkan dinosaurus - membentur Bumi sekali setiap sepuluh juta tahun atau lebih.

Dua Kali Setahun

Salah satu yang menyebabkan kilatan cahaya di atas Mediterania pada Juni lalu, mungkin asteroid berukuran sebesar mobil, dan tidak berbahaya bagi Bumi. Asteroid seperti itu memasuki atmosfir dua kali sebulan.

Namun asteroid-asteroid berukuran berkisar dari 30 meter sampai ratusan meter dapat menyebabkan kerusakan serius, termasuk menimbulkan gelombang kejut yang luar biasa atau tsunami jika asteroid itu jatuh di laut, yang menyebabkan bencana meluas jika tsunami terjadi dekat pantai berpenduduk.

Asteroid berukuran kecil tidak menjadi bagian penelitian NASA, dan Worden berpendapat yang kecil-kecil itu mungkin lebih baik menjadi peran Angkatan Udara AS untuk melacaknya.

Menurutnya, juga penting untuk memberikan peringatan dini mengenai benda-benda angkasa yang memasuki Bumi kepada negara-negara lain yang tidak memiliki teknologi tersebut.

Worden mengatakan, Amerika Serikat negara satu-satunya di dunia yang memiliki kemampuan dalam waktu kurang satu menit untuk menentukan apakah sebuah objek angkasa yang meluncur ke Bumi adalah asteroid atau bom.

Negara itu menghabiskan sekitar empat juta dolar AS (sekitar Rp 36 mi-liar) setahun untuk melacak asteroid dan komet, tapi sangat sedikit strategi yang menjauhkan asteroid dan komet itu dari Bumi, kata para ilmuwan bulan lalu.(rtr-ben-30)

Meteor di Bone, 68 Kali Lebih Cepat dari Peluru


MASUKNYA meteor besar ke dalam atmosfer Bumi, yang diikuti ledakan di udara (air blast) di dekat Bone, Provinsi Sulawesi Selatan, pada 8 Oktober 2009 menggemparkan dunia internasional.

Apalagi jika ada yang mengait-ngaitkan dengan peringatan astronom Amerika Serikat melalui monitor ruang angkasa Inggris bahwa sebuah asteroid raksasa sedang menuju Bumi dan dapat menabraknya pada tahun 2014.

Demikian besar energi ledakan di perairan Bone ini sehingga 11 stasiun mikrobarometer dan infrasonik dalam jejaring International Monitoring System (IMS) di bawah koordinasi  Comprehensive Test Ban Treaty Organization (CTBTO) atau organisasi pengawas larangan uji coba nuklir berhasil merekamnya, padahal 5 stasiun di antaranya berjarak lebih dari 10.000 km dari Bone dan satu di antaranya bahkan sejauh 18.000 km.

Meteor besar Bone mengawali kisah spektakulernya sebagai sebuah batu bergaris tengah 9,2 meter dengan massa 1.240 ton yang melayang di angkasa sebagai asteroid kelompok Apollo, yakni asteroid dekat Bumi yang obitnya memiliki perihelion (titik terdekat dengan matahari) kurang dari 167 juta km dan memotong orbit Bumi.

Asteroid dekat Bumi umumnya memiliki rasio aphelion perihelion 1,8 dengan kelonjongan orbit (eksentrisitas) rata - rata 0,286 sehingga lebih rentan menderita gangguan gravitasi planet Bumi dan Mars yang berpotensi membelokkan orbitnya hingga jatuh membentur planet.

Karena itu masa hidup asteroid dekat Bumi di tata surya hanyalah selama 10 - 100 juta tahun atau jauh lebih pendek dibanding masa hidup planet yang bisa mencapai miliaran tahun.

Asteroid Bone pun demikian. Gangguan gravitasi membuatnya jatuh ke Bumi pada 8 Oktober 2009 pukul 11:25 WITA sebagai meteoroid dengan sudut masuk 45 derajat  terhadap horizon.

Meteoroid ini tidak mengalami hambatan berarti ketika mulai menembus atmosfer Bumi pada kecepatan awal 73.080 km/jam atau 68 kali lebih cepat dibanding peluru. Namun mulai ketinggian 65 km, atmosfer mulai memadat dan menghasilkan tekanan yang menghambat laju asteroid.
Meleleh Hambatan menghasilkan panas yang membuat asteroid terablasi, yaitu lapisan terluarnya mulai meleleh dan menguap, membentuk selubung plasma yang menutupi asteroid (coma) dan bentukan ekor yang khas.

Terbentuklah meteor besar dengan kecemerlangan luar biasa, yang pada puncaknya memiliki magnitude visual -12,93 atau 1,2 kali lebih terang dari bulan purnama .

Lapisan udara yang terus memadat begitu mulai memasuki lapisan stratosfer membuat tekanan yang diderita meteor besar Bone semakin besar.

Sehingga pada ketinggian 37,79 km dan kecepatan tinggal 400 km/jam, tekanan telah melampaui kekuatan gaya ikat antarmolekul penyusun meteor besar Bone dan hingga terjadilah pemecahan (break- up) yang memproduksi sejumlah pecahan berukuran besar dan ratusan hingga ribuan pecahan kecil.

Seusai proses break-up, laju pecahan - pecahan ini semakin menurun sehingga pada satu titik di ketinggian 29,78 km terjadilah perlambatan total, yang membuat seluruh energi kinetik yang dikandung meteor besar Bone terlepaskan dalam waktu yang sangat singkat sebagai ledakan besar.

Ledakan ini melepaskan energi sebesar 250 TeraJoule atau setara dengan 60 kiloton TNT,  3 kali lipat lebih dahsyat ketimbang bom nuklir Hiroshima. Gelombang kejut yang dihasilkannya menghancurkan pecahan besar menjadi debu.

Namun gelombang kejut tidak berdampak apa pun terhadap permukaan Bumi, karena di titik ground zero sekalipun (yang terletak tepat di bawah lokasi ledakan) gelombang kejut hanya menghasilkan overpressure sebesar 0,7 Pa atau jauh lebih kecil ketimbang limit 6.900 Pa yang menghasilkan dampak minimal berupa bergetarnya kaca jendela.

Sebanyak 0,1 % energi ledakan, yang setara dengan 250 GigaJoule, terkonversi menjadi energi akustik yang menyebar ke segala arah sebagai dentuman sonik dan infrasonik dengan kecepatan 972 - 1.150 km/jam.

Gelombang infrasoniknya menyebar sangat jauh hingga bisa mencapai posisi stasiun - stasiun IMS, yang mengkonfirmasikan ground zero berada di koordinat 4o 30’ LS 120o 00’ B.

Sementara dentuman sonik mencapai kota Watampone yang berjarak 40 km dari ground zero sebagai gelegar suara dalam waktu 150 - 180 detik.

Ketika energi akustik berhasil mencapai permukaan Bumi maka 0,017 % di antaranya terkonversi menjadi energi seismik yang menjalar sebagai gelombang Rayleigh.

Seismograf Pusat Gempa Nasional BMKG merekam gelombang ini sebagai gempa dengan magnitude 1,9 skala Richter yang setara dengan energi seismik sebesar 44,7 Mega Joule.

Pascaledakan, simulasi menunjukkan dengan magnitude visual lebih besar dari -10, meteor sebagian kecil pecahan meteor terutama yang massanya di bawah 1 kg akan terus melanjutkan perjalanannya menembus atmosfer Bumi.

Proses ablasi berhenti beberapa km di bawah ketinggian titik ledak sehingga pecahan - pecahan kecil ini berhenti memancarkan cahaya dan mulai menjalani proses pendinginan di lapisan troposfer hingga mencapai titik retardasi, di mana gravitasi Bumi mengambil alih sepenuhnya perilaku pecahan sehingga akan jatuh ke Bumi sebagai meteorit dengan kecepatan 100 - 200 km/jam.

Berkaca pada kejadian jatuhnya asteroid 2008 TC3, puluhan meteorit kecil dengan total massa 60 kg mungkin jatuh dalam area hingga radius 40 km dari gound zero, meski lokasi persisnya bergantung kepada azimuth awal meteor besar Bone.

Kejadian meledaknya meteor besar Bone sangat mengejutkan mengingat, selain merupakan ledakan terbesar dalam 15 tahun terakhir sejak peristiwa sejenis pada 1 Februari 1994 di atas Pulau Marshall (Pasifik Selatan), dimensi meteoroidnya cukup besar namun ironisnya tidak satu pun program pelacak asteroid dekat Bumi seperti Linear, Loneos, Neat, Spacewatch maupun Catalina Sky Survey yang bisa mendeteksinya.

Asteroid Lutetia ditabrak asteroid kecil

asteroid lutetia

Apa yang Menabrakmu, Lutetia?

SEBUAH wahana antariksa tak berawak yang sedang dalam perjalanan menuju dan untuk menyelidiki sifat komet Churyumov-Gerasimenko pada tahun 2014, berpapasan dengan sebuah asteroid aneh, 10 Juli 2010. Rosetta, begitulah nama wahana yang diorbitkan European Space Agency (ESA), melintas sejauh 3.160 km pada kecepatan 15 km/detik dari asteroid Lutetia.

Itulah asteroid yang berdimensi 132 x 101 x 76 km dan tergolong asteroid besar di kawasan Sabuk Asteroid Utama. Citra dan data kiriman Rosetta sungguh mencengangkan astronom dan geolog keplanetan.

Permukaan Lutetia penuh kawah besar nan tua yang ditindihi kawah muda lebih kecil. Seluruh permukaan Lutetia ditutupi lapisan debu (regolith) tebal dan di salah satu kawah dijumpai tanda-tanda longsoran debu berskala besar. Sumbu rotasi Lutetia miring 89 derajat terhadap ekliptika, yang membuat sikap Lutetia seperti Planet Uranus, yakni berotasi secara rebah.

Jadi kutub utara Lutetia tersinari matahari selama 1,9 tahun dan selanjutnya tergelapkan selama 1,9 tahun pula. Semua mengindikasikan Lutetia adalah sisa dari tabrakan dahsyat dengan sesama benda langit lain bermiliar tahun silam, peristiwa yang selama ini hanya jadi hipotesis. Apa yang menabrak belum jelas, tetapi tabrakan itu meremukkan seluruh lapisan kerak dan selubungnya menjadi beragam pecahan dan hanya menyisakan inti besar yang relatif lebih padat. Pecahan-pecahan itu mungkin menjadi salah satu sumber meteoroid kondritik yang acap jatuh ke Bumi sebagai meteor spontan.

Bencana Global

Diskursus mengenai asteroid saat ini sering dikaitkan dengan potensinya sebagai pemantik bencana global. Namun itu tidak datang begitu saja. Meski observasi sudah dilakukan sejak 1801 seiring dengan penemuan Ceres, asteroid terbesar yang kini diklasifikasikan sebagai planet kerdil berdasar resolusi IAU 2006, berkait dengan bencana global, baru diselidiki sejak setengah abad terakhir.

Sebelum abad ke-20, bencana global dianggap hanya disebabkan oleh letusan dahsyat (paroksismal) gunung berapi. Anggapan itu seolah menemu relevansinya tatkala tahun 1815 Gunung Tambora meletus dengan kedahsyatan tak terperikan sepanjang catatan sejarah. Tahun 1883 giliran Gunung Krakatau unjuk gigi, meski debu vulkanisnya hanya 12% volume debu Tambora. Kedua letusan itu menyebarkan debu vulkanik teramat banyak ke lapisan stratosfer, hingga menghalangi cahaya matahari yang berimplikasi terhadap penurunan suhu permukaan bumi. Itu menghasilkan perubahan cuaca global dengan dampak dari kelangkaan pangan hingga kemenyebaran wabah penyakit baru.

Kelahiran abad nuklir berimplikasi terhadap pergeseran paradigma akan pemantik bencana global. Ketinggian kecepatan relatif asteroid terhadap Bumi membuat potensi energi kinetiknya bisa disetarakan dengan energi ledakan nuklir sehingga, meski asteroid tak mengandung bahan radioaktif, daya perusaknya pun setara. Itu diperkuat hasil penyelidikan komprehensif Kawah Meteor di Arizona (AS), yang memastikannya sebagai produk tumbukan asteroid bergaris tengah 30 m pada 50.000 tahun silam.

Tumbukan itu melepaskan energi 3,5 megaton TNT (175 kali energi bom Hiroshima) dan mengubah batuan sedimen menjadi batuan metamorf dinamik seperti coesite dan stishovite. Batuan metamorf itu hanya terbentuk dalam lingkungan tekanan sangat tinggi, yang secara alami hanya muncul pada kejadian tumbukan asteroid dengan bumi.

Tidak pada kejadian-kejadian tektonik dan vulkanik. Kajian dinamika atmosfer pun menunjukkan sebaran debu akibat tumbukan asteroid dapat menyamai dampak sebaran debu akibat letusan katastrofik.
Pergeseran paradigma itu membawa pada kesadaran: betapa perlu mengeksplorasi asteroid lebih jauh, mengingat ketersediaan informasi nan akurat jauh lebih penting ketimbang berspekulasi pesimistik.

Spekulasi itu, misalnya, mengemuka menjelang 1992 tatkala dunia dihebohkan oleh mendekatnya komet Swift-Tuttle (periode 133 tahun) dan muncul prediksi saat komet tersebut kembali berdekatan dengan bumi pada Agustus 2126. Jaraknya sedemikian dekat, sehingga bisa bertabrakan dengan Bumi. Energi yang bakal dilepaskan diestimasikan 27,5 kali lipat energi tumbukan asteroid pada 65 juta tahun silam; peristiwa yang memusnahkan dinosaurus (Suara Merdeka, 24/5). Spekulasi kian menguat seiring dengan tabrakan mengejutkan komet Shoemaker-Levy 9 dan Planet Jupiter pada 16-22 Juli 1994, meski kajian astronom Gary W Kronk dan Brian G Marsden (1992) secara terpisah menyimpulkan ketinggian stabilitas orbit komet Swift-Tuttle sehingga tak berpeluang bertabrakan dengan Bumi hingga 2.000 tahun kelak.

Wahana

Kesadaran itu diwujudkan dalam dua arus besar: pengamatan berkelanjutan dari Bumi dan penerbangan antariksa. Pengamatan bertajuk program Spaceguard, yang terdiri atas subprogram seperti Linear, Loneos, Neat, Spacewatch, atau Catalina Sky Survey, yang bersenjata teleskop modern untuk menjelajahi keluasan langit dan mengidentifikasi benda langit tak dikenal secara otomatis sehingga profil orbitnya diketahui untuk analisis potensi bahayanya. Sukses besar dihasilkan tahun 2008, tatkala asteroid 2008 TC3 berdiameter 11 m dideteksi dan diprediksikan geraknya hanya 20 jam sebelum jatuh di ke Gurun Pasir Sahara di Sudan.

Sementara penerbangan antariksa diawali peluncuran Galileo. Galileo, yang sejatinya bertujuan menyelidiki Jupiter, terbang melintasi asteroid Gaspra dan Ida tahun 1993. Namun misi antariksa pertama yang khusus ditujukan ke asteroid adalah NEAR Shoemaker, yang menghampiri asteroid Mathilde tahun 1997 dalam perjalanan mengobservasi dan mendarat di asteroid Eros tahun 2001. Disusul Deep Space 1 yang mengamati asteroid Braille selagi terbang menuju komet Borrely, dan wahana Stardust yang memotret asteroid Annefrank selagi berusaha mengumpulkan debu komet Wild. Seluruh wahana itu diorbitkan NASA. Namun sukses berikutnya dicetak Jepang dengan JAXA-nya dalam misi Hayabusa (lihat boks).

Misi-misi antariksa itu berhasil meningkatkan informasi mengenai karakteristik dan dinamika asteroid secara eksponensial. Demikian pula Rosetta, yang terbang melintasi Lutetia ketika asteroid itu berjarak 456 juta km dari Bumi sehingga tampak sebagai benda langit sangat suram dengan magnitude visual +12 atau 250 kali lebih redup ketimbang bintang tersuram yang bisa dilihat dengan mata telanjang. Pengamatan Lutetia membantu memecahkan salah satu teka-teki tentang evolusi orbit asteroid dan kaitannya dengan meteor spontan di Bumi. Namun penyelidikan asteroid masih jauh dari tuntas.

Asteroid Mengancam Bumi

PADA zaman globalisasi yang serbamaterialistik ini siapa peduli dengan nasib dan masa depan Bumi?  Manusia yang sibuk dengan upaya survival, yang sibuk melakukan pertarungan politik, sepertinya memang tak bisa diharapkan untuk memikirkan soal-soal yang futuristik  berbau sains fiksi semisal tentang ancaman benda langit terhadap Bumi.

Jangankan yang berkaitan dengan keantariksaan, yang lebih mendesak pun, seperti isu pemanasan global akibat  terkoyaknya lapisan ozon, banyak pihak yang cenderung apatis alias acuh.

Biarlah nanti alam yang akan memperlihatkan tanda-tandanya yang nyata, misalnya saat tudung es kutub meleleh akibat suhu Bumi yang naik beberapa derajad setelah pengekangan gas rumah kaca yang tak digubris. Saat itulah akan terjadi banjir yang akan menenggelamkan kota-kota pantai di berbagai tempat di dunia.

Perihal nasib Bumi, pada dasarnya orang memang tak usah merisaukan. Sejauh Bumi hanya dianggap sebagai benda angkasa anggota tata surya, yang mengelilingi matahari sekali setiap 365 hari, dengan kecepatan 18 km per detik, ia akan bertahan beberapa miliar tahun lagi.

Tetapi, apakah Bumi akan tetap menjadi rumah bagi manusia dan kehidupan lain seperti yang kita lihat sekarang ini sepanjang masa? Nanti dulu. Menurut teori evolusi bintang, matahari yang menjadi sumber kehidupan di Bumi masih akan berada dalam kondisinya seperti sekarang ini selama 4,5 miliar tahun lagi.

Setelah itu, ia akan tumbuh berkembang menjadi bintang raksasa merah (red giant stellar). Saat itulah planet terdekat dengan matahari, yaitu Merkurius, akan ditelan, dan Venus akan dibakar. Nasib Bumi kita sendiri tak akan jauh berbeda dengan kedua planet konjugasi dalam itu, yakni akan terpanggang.

Tapi, mungkin saat itu Bumi sudah tidak dihuni lagi oleh manusia. Bisa jadi karena manusianya telah ’’transmigrasi’’ ke planet lain di luar tata surya kita, dan kemungkinan besar Bumi memang sudah tak bisa dihuni lagi.

Bayangkan saja dengan populasi  penduduk yang terus membengkak, apakah ia akan sanggup menyediakan bahan pangan dan sandang? Apakah Bumi akan terus sanggup menyediakan air bersih dan bahkan udara segar untuk bernapas?

Setelah didahului oleh serangkaian konflik memperebutkan sumber alam yang makin terbatas—inilah ramalah paling realistik mengenai konflik masa depan yang telah melewati era konflik ideologis—bangsa-bangsa pemenang tetap akan menentukan bahwa kondisi Bumi sudah tidak layak untuk ditinggali lagi.

Mungkin teknologi wahana ruang angkasa semisal pesawat ulang-alik (space shuttle) pada masa itu telah cukup maju sehingga bisa membawa manusia Bumi yang survive untuk hijrah ke planet lain.

* * *
Mungkin saja itu hanya cerita fiksi ilmiah semata seperti halnya cerita film Star Trex atau Flash Gordon. Tetapi begitulah prakiraan ilmiah berdasarkan apa yang terjadi pada saat ini.

Sementari itu, di saat manusia masih terus melahirkan polusi, masih terus menjubelinya dengan penduduk yang makin bertambah secara deret ukur, Bumi masih terus  saja setia mengitari matahari sebagai induknya, sebagaimana dilakukan oleh planet-planet lain, dari Merkurius hingga Neptunus.

Dalam kerutinan mengelilingi matahari inilah, Bumi sebenarnya tidak terbebas dari ancaman tabrakan dari benda-benda angkasa lainnya, seperti asteroid (yang melenceng dari orbit lazimnya di antara planet Mars dan Jupiter), atau kepingan komet yang setelah mendekati matahari beberapa kali biasanya mengalami disintegrasi.

Ancaman ini bisa ringan, tetapi juga bisa berat. Pecahan-pecahan benda langit di atas, yang tidak cukup besar, lazimnya habis terbakar saat memasuki atmosfer Bumi dengan kecepatan tinggi, menghasilkan kelebatan cahaya yang dikenal sebagai meteor atau orang Jawa menyebutnya lintang alihan (bintang yang berpindah).

Manakala benda langit yang menuju ke Bumi berukuran besar; berdiameter beberapa kilometer; mungkin saja ia masih tersisa meski telah  terbakar saat bergesekan dengan atmosfer Bumi. Inilah yang mengerikan.

Peristiwa  seperti ini diduga pernah terjadi  di Tangushka, sebuah kawasan hutan di  Siberia (Rusia) pada tahun 1937.  Atau yang lebih spektakuler lagi yang menimbulkan kawah besar seperti dijumpai di Arizona, Amerika Serikat, dengan garis tengah 1.219 meter.

Di Tanah Air kita,  pada 8 Oktober 2009 juga  telah terjadi sebuah ledakan dahsyat di  perairan teluk Bone, Sulawesi Selatan, yang diduga akibat jatuhnya meteorid yang berasal dari asteorid berdiameter sekitar 10 kilometer ke Bumi.

“Ledakan terjadi karena tekanan atmosfer menyebabkan pelepasan energi cukup besar,  mengingat kecepatan jatuh meteor itu  sekitar 20,3 km/detik atau 73,083 km per jam,’’ kata pakar astronomi dari Lembaga Penerbangan dan Anatriksa Nasional (LAPAN), Dr Thomas Djamaluddin

Sistem pemantau internasional untuk larangan percobaan nuklir dari 11 stasiun, ujarnya, melaporkan telah mendeteksi adanya ledakan besar yang berpusat di sekitar lintang 4,5 LS dan bujur 120 BT, sekitar pukul 11:00 WITA pada 8 Oktober lalu.

Analisis ledakan menunjukkan bahwa kekuatan ledakan sekitar 50 kiloton TNT (trinitrotoluena) atau telah melampaui kekuatan bom atom, sehingga  sinyal ledakan tersebut dapat  mencapai stratosfer yang tingginya lebih dari 20 km.

Kebanyakan asteroid yang jatuh tidak menyebabkan kerusakan di Bumi, kecuali diameternya mencapai lebih dari 25 meter.

Dikatakan Djamal, berdasarkan perkiraan sebaran meteoroid-asteroid di antariksa dekat bumi, objek seperti itu punya kemungkinan jatuh di bumi setiap 2 sampai 12 tahun.

Selain asteroid, bisa saja Bumi bertabrakan dengan sebuah komet, sebagaimana diyakini pernah terjadi 65 juta tahun silam.

Peristiwa ini juga diyakini telah melenyapkan dinosaurus dari muka Bumi, karena tabrakan membuat Bumi menjadi gelap selama beberapa bulan, mematikan sumber pangan hewan purba itu.

Inilah sebenarnya ancaman yang datang terus menerus terhadap Bumi kita. Tetapi karena permukaan Bumi kita 70 persen berupa lautan, maka sebagian besar impak benda angkasa juga terjadi di laut.

Di luar aspek ancaman itu, lewatnya Bumi ke daerah reruntuk komet juga memberi atraksi menarik bagi penghuni Bumi. Seperti yang terjadi pada 21 Oktober 2009 lalu, telah terjadi hujan meteor tahunan Orionid. Hujan meteor ini bisa terjadi  saat Bumi melintasi jalur yang dilalui Komet Halley.

Di jalur itu terdapat serpihan-serpihan material komet yang berpijar dan tampak seperti hujan cahaya ketika masuk atmosfer Bumi.

Sebagian material yang tersisa berukuran sebesar kacang, meski kebanyakan sebesar butir pasir.’’Butiran debu komet yang bertabrakan dengan atmosfer akan memberikan lusinan hujan meteor tiap jam,’’ujar Bill Coke dari pusat penelitian meteorid NASA.

Hujan meteor Orionid yang menjadi latar depan gugus bintang Orion, termasuk yang paling indah menghias langit malam. “Sejak 2006, Orionid menjadi tontonan menakjubkan dengan 60 atau lebih meteor tiap jam,” tambah Coke.

Itulah sekadar fenomena alam yang hari-hari ini menjadi bahan pembicaraan masyarakat. Menanggapi peristiwa itu, syukurlah bila masyarakat  kita tidak panik.

Benturan Asteroid ke Bumi 65 Juta Tahun lalu Musnahkan Dinosaurus

Salah satu benturan asteroid ke bumi 65 juta tahun yang lalu telah memusnahkan kehidupan dinosaurus. Sejarah tatasurya terbaca dari rekaman pada permukaan bulan dimana bulan merupakan benda langit yang terdekat dengan Bumi dan permukaan bulan adalah tempat yang sangat menarik, karena disana nyaris tidak ada musim serta erosi dan pergerakan lempeng tektonik telah terhenti beberapa waktu.
"Sejumlah besar asteroid dari sabuk utama yang jatuh ke area planet dalam yang terdiri atas mars, bumi, venus dan merkurius disebabkan karena gangguan pada orbit planet jupiter, ketika jupiter telah menetap pada orbitnya maka kegiatan tersebut berhenti dengan sendirinya, itu terjadi sekitar 3,8 milyar tahun lalu," ungkap Dr Fumi Yoshida dari National Astronomical Observatory of Japan (NAOJ) dalam workshop perakitan teleskop bagi guru SMA se-DIY, di ruang seminar Perpustakaan Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas MIPA UNY.
Kegiatan yang dibuka oleh Pembantu Dekan 3 FMIPA UNY Drs Sutiman itu, merupakan kerja sama antara Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA UNY dengan UNESCO, National Astronomical Observatory of Japan dan Jurusan Astronomi FMIPA Institut Teknologi Bandung, dalam rangka memperkenalkan pada guru bahwa untuk menggunakan alat yang lebih canggih dapat  dari peralatan yang sederhana seperti teleskop Galileo, dan pada kesempatan itu guru juga diajak merakit teleskop Galileo yang diberikan secara cuma-cuma untuk digunakan di sekolah masing-masing.
Pembicara lain pada workshop itu adalah Endang Soegiyartini MSi dari Jurusan Astronomi FMIPA ITB. Dikatakannya bahwa manusia tinggal di bumi pada galaksi Bima Sakti yang terdiri atas lebih dari 100 milyar bintang salah satunya adalah matahari yang berjarak 150 juta kilometer atau lazim disebut 1 satuan astronomi, sedangkan untuk mengukur jarak antarbintang digunakan satuan tahun cahaya dimana 1 tahun cahaya setara dengan 1.000.000.000.000 kilometer atau 63.115 satuan astronomi.
"Bintang yang terdekat dengan matahari adalah proxima yang berjarak 5 tahun cahaya, berada pada konstelasi centaurus dan merupakan sistim bintang ganda bertiga," katanya.
Pada workshop itu hadir Dr Fumi Yoshida, Hiroko Komiyana serta Akira Hirai dari National Astronomical Observatory of Japan (NAOJ), Endang Soegiyartini MSi, Evan Irawan Akbar SSi, Deva Octavian SSi dari Jurusan Astronomi FMIPA ITB serta Avivah Yumani MSi dari Media Astronomi Langit Selatan Bandung, dosen dan mahasiswa jurusan pendidikan fisika FMIPA UNY dan 40 orang guru fisika SMA negeri dan swasta di seputar DIY.
Menurut ketua panitia kegiatan, Slamet MT MPd, kegiatan itu juga merupakan sosialisasi astronomi melalui perakitan teropong bintang sederhana dari Masyarakat Astronomi Internasional yang dikelola UNESCO di 5 negara yaitu Indonesia, Peru, Brazil, Nigeria dan Uzbekhistan, sedangkan di Indonesia team UNESCO akan mengunjungi 5 kota yaitu Jakarta, Yogyakarta, Palembang, Mataram dan Tomohon.
"Teropong tersebut diberikan pada guru sekolah dimana sekolah yang diundang adalah sekolah yang siswanya pernah masuk seleksi olimpiade astronomi tingkat kabupaten atau kotamadya," tambahnya

Selasa, 08 Februari 2011

APakah Mars Planet ada kehidupan?

Planet mars merupakan planet urutan ke empat dari tata surya, ciri khasnya warnanya coklat kemerahan, yang bikin heboh adalah planet ini diperkirakan memang pernah ada kehidupan, tapi kebenaran tersebut masih diteliti.Mars memang planet yang unik, sepintas planet merah ini memiliki beberapa karakteristik yang menyerupai bumi, seperti ukuran, temperatur, serta adanya kutub Selatan dan Utara. Terakhir kali Mars menjadi populer adalah pada 27 Agustus 2003 dimana Mars berada dalam posisi oposisi terdekat dari bumi. Saat itu, Mars nampak lebih besar dari ukuran biasanya, serta lebih terang.


 Dahulu kala, muncul teori yang menyatakan bahwa di planet Mars terdapat sebuah bentuk kehidupan.Berasal dari temuan Schiaparelli (1877) yeng mengamati Mars menggunakan teropongnya dan menemukanfigur menyerupai kanal-kanal di permukaan Mars, teori ini menjadi opini publik dengan munculnya beberapacerita fiksi yang menceritakan tentang penghuni planet Mars yang dinamakan ‘alien’. Maka pencarianbukti-bukti keberadaan bentuk kehidupan di Mars pun menjadi tugas para ilmuwan.


 Data-data dari penelitian-penelitian tentang Mars menunjukkan bahwa Mars tidak memiliki lingkungan yang ramah untuk makhluk hidup. Komposisi udara Mars sebagian besar terdiri atas Karbondioksida, dan perbedaan suhu ketika siang dan malam adalah sangat ekstrem. Pada siang hari suhu maksimum adalah -13 derajat Celcius, sementara pada malam harinya mencapai -80 derajat celcius.

 “Namun tidak tertutup kemungkinan ada kehidupan selain di bumi. Dengan jumlah galaksi yang tidakterbatas, semesta ini terlalu kecil untuk dihuni oleh manusia sendiri,” ucap Evan. “Mengetahui bahwa Mars adalah planet yang tidak ramah untuk sebuah bentuk kehidupan, maka para ilmuwan kini mengalihkan fokusnya dalam mencari bentuk kehidupan lain ke planet-plenet lain yang berada di luar tata surya kita,”lanjutnya.

(sumbar:Institut Teknologi Bandung)